Tarekat Qadiriyah
Pendiri
Tarekat Qadiriyah adalah Syeikh Abduk Qadir Jailani, seorang ulama yang
zahid, pengikut mazhab Hambali. Ia mempunyai sebuah sekolah untuk
melakukan suluk dan latihan-latihan kesufian di Baghdad. Pengembangan
dan penyebaran Tarekat ini didukung oleh anak-anaknya antara lain
Ibrahim dan Abdul Salam. Sebagaimana Tarekat yang lain, Qadiriyah juga
memiliki dan mengamalkan zikir dan wirid tertentu.
Sejak kecil,
Syeikh Abdul Qadir telah menunjukkan tanda-tanda sebagai Waliyullah yang
besar. Ia adalah anak yang sangat berbakti pada orang tua, jujur, gemar
belajar dan beramal serta menyayangi fakir miskin dan selalu menjauhi
hal0hal yang bersifat maksiat. Ia memang lahir dan dididik dalam
keluarga yang taat karena ibunya yang bernama Fatimah dan kakeknya
Abdullah Sum’i adalah wali Allah SWT.
Syeikh Abdul Qadir Jailani
dikaruniai oleh Allah SWT keramat sejak masih muda, sekitar usia 18
tahun. Dikisahkan dalam manaqib (biografi) beliau bahwa ketika ia akan
membajak sawah, sapi yang menarik bajak mengatakan kepadanya, “Engkau
dilahirkan ke dunia bukan untuk kerja begini.” Peristiwa yang
mengejutkan ini mendorongnya untuk bergegas pulang. Ketika ia naik ke
aatas atap rumah, mata batinnya melihat dengan jelas suatu majelis yang
sangat besar di Padang Arafah. Setelah itu ia memohojn kepada ibunya
agar membaktikan dirinya kepada Allah SWT dan berkenan mengirimkannya ke
kota Baghdad yang kala itu menjadi pusat ilmu pengetahuan yang terkenal
bagi kaum muslimin. Dengan sangat berat hati ibunya pun mengabulkannya.
Suatu
hari bergabunglah Abdul Qadir Jailani dengan kafilah yang menuju
Baghdad. Ketika hampir sampai di tujuan, kafilah ini dikepung oleh
sekawanan perampok. Semua harta benda milik kafilah dirampas, kecuali
bekal yang dibawa oleh Abdul Qadir Jailani. Salah seorang kawanan
perampok kemudian mendatanginya dan bertanya, “Apa yang engkau bawa?”
Dengan jujur Abdul Qadir Jailani menjawab, “Uang empat puluh dinar.”
Perampok
itu membawa Abdul Qadir Jailani menghadap pimpinannya dan menceritakan
tentang uang empat puluh dinar. Pemimpin perampok itu pun segera meminta
uang yang empat puluh dinar tadi, namun ia merasa terpesona oleh
kepribadian Abdul Qadir Jailani. “Mengapa engkau berkata jujur tentang
uang ini?” Dengan tenang Abdul Qadir Jailani, “Saya telah berjanji
kepada ibu untuk tidak berbohong kepada siapapun dan dalam keadaan
apapun.
Seketika pemimpin perampok tersebut terperangah, sejenak
kemudian ia menangis dan menyesali segala perbuatan zalimnya. “Mengapa
saya berani terus-menerus melanggar peraturan Tuhan, sedangkan pemuda
ini melanggar janji pada ibunya sendiri saja tidak berani.” Ia kemudian
memerintahkan semua barang rampasan kepada pemiliknya masing-masing dan
sejak itu berjanji untuk mencari rezeki dengan jalan yang halal.
Semasa
Abdul Qadir Jailani masih hidup, Tarekat Qadiriyah sudah berkembang ke
beberapa penjuru dunia, antara lain ke Yaman yang disiarkan oleh Ali bin
Al-Haddad, di Syiria oleh Muhammad Batha’, di Mesir oleh Muhammad bin
Abdus Samad serta di Maroko, Turkestan dan India yang dilakukan oleh
anak-anaknya sendiri. Mereka sangat berjasa dalam menyempurnakan Tarekat
Qadiriyah. Mereka pula yang menjadikan tarekat ini sebagai gerakan yang
mengumpulkan dan menyalurkan dana untuk keperluan amal sosial.
Tarekat Rifa’yah
Pendirinya
Tarekat Rifaiyah adalah Abul Abbas Ahmad bin Ali Ar-Rifai. Ia lahir di
Qaryah Hasan, dekat Basrah pada tahun 500 H (1106 M), sedangkan sumber
lain mengatakan ia lahir pada tahun 512 H (1118 M). Sewaktu Ahmad
berusia tujuh tahun, ayahnya meninggal dunia. Ia lalu diasuh pamannya,
Mansur Al-Batha’ihi, seorang syeikh Trarekat. Selain menuntut ilmu pada
pamannya tersebut ia juga berguru pada pamannya yang lain, Abu Al-Fadl
Ali Al Wasiti, terutama tentang Mazhab Fiqh Imam Syafi’i. Dalam usia 21
tahun, ia telah berhasil memperoleh ijazah dari pamannya dan khirqah 9
sebagai pertanda sudah mendapat wewenang untuk mengajar.
Ciri khas
Tarekat Rifaiyah ini adalah pelaksanaan zikirnya yang dilakukan
bersama-sama diiringi oleh suara gendang yang bertalu-talu. Zikir
tersebut dilakukannya sampai mencapai suatu keadaan dimana mereka dapat
melakukan perbuatan-perbuatan yang menakjubkan, antara lain
berguling-guling dalam bara api, namun tidak terbakar sedikit pun dan
tidak mempan oleh senjata tajam.
Tarekat Syaziliyah
Pendiri
Tarekat Syaziliyah adalah Abdul Hasan Ali Asy-Syazili, seorang ulama
dan sufi besar. Menurut silsilahnya, ia masih keturunan Hasan, putra Ali
bin Abi Thalib dan Fatimah binti Rasulullah SAW. Ia dilahirkan pada 573
H di suatu desa kecil di kawasan Maghribi. Tentang arti kata “Syazili”
pada namanya yang banyak dipertanyakan orang kepadanya, konon ia pernah
menanyakannya kepada Tuhan dan Tuhan pun memberikan jawaban, “Ya Ali,
Aku tidak memberimu nama Syazili, melainkan Syazz yang berarti jarang
karena keistimewaanmu dalam berkhidmat kepada-Ku.
Ali Syazili
terkenal sangat saleh dan alim, tutur katanya enak didengar dan
mengandung kedalaman makna. Bahkan bentuk tubuh dan wajahnya, menurut
orang-orang yang mengenalnya, konon mencerminkan keimanan dankeikhlasan.
Sifat-sifat salehnya telah tampak sejak ia masih kecil. Apalagi setelah
ia berguru pada dua ulama besar – Abu Abdullah bin Harazima dan
Abdullah Abdussalam ibn Masjisy – yang sangat meneladani khalifah Abu
Bakar dan Ali bin Abu Thalib.
Dalam jajaran sufi, Ali Syazili
dianggap seorang wali yang keramat. Dalam sebuah riwayat dikisahkan
bahwa ia pernah mendatangi seorang guru untuk mempelajari suatu ilmu.
Tanpa basa-basi sang guru mengatakan kepadanya, “Engkau mendapatkan ilmu
dan petunjuk beramal dariku? Ketahuilah, sesungguhnya engkau adalah
salah seorang guru ilmu-ilmu tentang dunia dan ilmu-ilmu tentang akhirat
yang terbesar.” Kemudian pada suatu waktu, ketika ingin menanyakan
tentang Ismul A’zam kepada gurunya, seketika ada seorang anak kecil
datang kepadanya, “Mengapa engkau ingin menanyakan tentang Ismul A’zam
kepada gurumu? Bukankah engkau tahu bahwa Ismul A’zam itu adalah engkau
sendiri?”
Tarekat Syaziliyah merupakan Tarekat yang paling mudah
pengamalannya. Dengan kata lain tidak membebani syarat-syarat yang berat
kepada Syeikh Tarekat. Kepada mereka diharuskan:
a. Meninggalkan segala perbuatan maksiat.
b. Memelihara segala ibadah wajib, seperti shalat lima waktu, puasa Ramadhan dan lain-lain.
c. Menunaikan ibadah-ibadah sunnah semampunya.
d.
Zikir kepada Allah SWT sebanyak mungkin atau minimal seribu kali dalam
sehari semalam dan beristighfar sebanyak seratus kali sehari-semalam dan
zikir-zikir yang lain.
e. Membaca shalawat minimal seratus kali sehari-semalam dan zikir-zikir yang lain.
Tarikat Maulawiah
Tarikat
yang didirikan oleh Maulwi Jalaluddin Ar-Rumi, meninggal dunia di
Anatoila, Turki. Zikirnya disertai tarian mistik dengan cara keadaan tak
sadar, agar dapat bersatu dengan Tuhan. Penganut-penganutnya bersifat
pengasih dan tidak mengharapkan kepentingan diri sendiri, serta hidup
sederahana menjadi teladan bagi orang lain.
TAREKAT SUHRAWARDIYAH
Syeikh Ziauddin Jahib Suhrawardi, mengikuti disiplin Sufi kuno, Junaid
al-Baghdadi, dianggap sebagai pendiri tarekat ini pada abad kesebelas
Masehi. Seperti halnya tarekat-tarekat lain, guru-guru Suhrawardi
diterima oleh pengikut Naqsyabandi dan lainnya.
India,
Persia dan Afrika semuanya dipengaruhi aktikitas mistik mereka melalui
metode dan tokoh-tokoh tarekat, kendati pengikut Suhrawardi ada diantara
pecahan terbesar kelompok-kelompok Sufi.
Praktek-praktek mereka diubah dari kegembiraan mistik kepada latihan diam secara lengkap untuk 'Persepsi terhadap Realitas'.
Bahan-bahan
instruksi (pelajaran) tarekat seringkali, untuk seluruh bentuk, hanya
merupakan legenda atau fiksi. Bagaimanapun bagi penganut, mereka
mengetahui materi-materi esensial untuk mempersiapkan dasar bagi
pengalaman-pengalaman yang harus dijalani murid. Tanpa itu, diyakini,
ada kemungkinan bahwa murid dengan sederhana mengembangkan keadaan
pemikiran yang sudah berubah, yang membuatnya tidak cakap dalam
kehidupan sehari-hari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar